Senin, 04 November 2019

GINGIVITIS

GINGIVITIS

Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah bentuk penyakit gusi yang paling ringan, tapi sering diabaikan, sehingga setelah tahu kondisi sudah cukup parah.  Gingivitis ditandai oleh sejumlah tanda-tanda peradangan ringan, termasuk jaringan gusi yang terasa merah atau bengkak. Gusi yang berdarah saat menyikat gigi dapat menunjukkan gingivitis.
Menunda perawatan gigi ketika gejala gingivitis hadir dapat memiliki konsekuensi yang lebih serius bagi kesehatan mulut. Penyakit gusi adalah suatu kondisi progresif dan penyakit ini akan berkembang jika tidak diobati. 
Akhirnya, pasien dapat mengembangkan periodontitis, di mana kantong berkembang di antara gusi dan gigi. Gigi bisa menjadi longgar, dan pada tahap lanjut penyakit gusi, gigi dan keropos tulang bisa terjadi.

Penyebab Gingivitis

Gingivitis disebabkan oleh pembentukan plak akibat sisa-sisa makanan yang menempel di permukaan gigi dan bercampur dengan bakteri di mulut. Bila tidak dibersihkan, plak akan mengeras dan membentuk karang gigi.
Karang gigi memiliki lapisan luar yang lebih tebal, sehingga bakteri di dalamnya akan terlindungi dan semakin mudah berkembang biak. Apabila dibiarkan, kuman akan mengikis gusi dan menyebabkan radang gusi.

Faktor Risiko Gingivitis

Gingivitis bisa dialami oleh siapa saja. Meski begitu, ada sejumlah kondisi yang membuat seseorang lebih berisiko terkena gingivitis, yaitu:
  • Kesehatan mulut tidak terjaga karena malas menyikat gigi.
  • Usia lanjut.
  • Riwayat gingivitis dalam keluarga.
  • Pemakaian gigi palsu yang tidak pas.
  • Kebiasaan merokok atau mengunyah tembakau.
  • Perubahan hormon di masa pubertas, menstruasi, kehamilan, atau efek penggunaan pil KB.
  • Kekurangan nutrisi, termasuk vitamin C.
  • Mulut kering.
  • Infeksi virus atau infeksi jamur.
  • Penyakit tertentu, seperti HIV/AIDS, leukemia, dan diabetes.
  • Mengonsumsi obat hipertensi jenis antagonis kalsium atau obat antikejang.
  • Menjalani pengobatan kanker.

Diagnosis Gingivitis

Dokter gigi akan mendeteksi gingivitis dengan memeriksa tanda-tanda peradangan di rongga mulut. Ketika terjadi radang gusi, kantong yang ada di antara gigi dan gusi menjadi lebih dalam.
Bila perlu, dokter akan melakukan foto Rontgen gigi untuk melihat apakah ada patahan gigi di dalam kantong gusi.

Pengobatan Gingivitis

Pengobatan gingivitis atau radang gusi bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi. Beberapa metode pengobatan untuk mengatasi radang gusi adalah:
  • Pembersihan karang gigi (scaling) dan perawatan saluran akar gigi (root planing) dengan menggunakan laser atau gelombang suara.
  • Penambalan atau penggantian gigi yang berlubang atau rusak, bila kondisi tersebut terkait dengan gingivitis.
Untuk membantu proses pemulihan sekaligus mencegah gingivitis terjadi kembali, lakukanlah beberapa langkah sederhana berikut ini:
  • Sikat gigi setelah bangun tidur dan sebelum tidur. Akan lebih baik bila menyikat gigi juga dilakukan tiap selesai makan.
  • Gunakan sikat gigi yang lembut dan ganti setiap tiga atau empat bulan sekali.
  • Bersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi setidaknya satu kali sehari, dan gunakan antiseptik kumur untuk mengurangi plak di sela-sela gigi.
  • Bersihkan gigi di dokter gigi, minimal dua kali dalam satu tahun. Namun bila memiliki penyakit gigi dan gusi serta berisiko terkena gingivitis, bersihkan gigi di dokter gigi lebih sering.
  • Jangan merokok atau mengunyah tembakau.

KARIES GIGI


Karies Gigi

1.      Pengertian Karies
Karies Gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai  dengan kerusakan jaringan dimulai dari permukaan gigi (pit,fissure dan interproxsimal) kemudian meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam pada gigi, misalnya berawal dari lapisan teluar gigi yaitu enamel, kemudian menjalar ke bagian dentin hingga kebagian paling dalam yaitu pulpa (Taringan 1995).
Gigi berlubang disebut karies gigi,karies akan mengakibatkan kerusakan streuktur gigi sehingga terbentuk lubang gigi. Gejala umum karies gigi terasa skit, gigi menjadi sensatif setelah makan atau minum manis, asam, panas, atau dingin. Selain itu terlihat atau terasa adanya lubang pada gigi, serta terasa juga bau mulut (halitosis). Tanda awalnya karies gigi berupa muncul spot putih seperti kapur pada permukaan gigi.Hal tersebut menunjukan area demineralisasi akibat asam. Proses selanjutnya, warnanya akan berubah menjadi coklat kemudian  mulai membentuk lubang (Pratiwi, 2009).

2.      Proses Terjadinya Lubang Gigi
Menurut Pitt Ford (1993) prosese terjadinya karies gigi dapat digambarkan secara singkat seperti berikut.

Substrat (gula)                   



Karies (demineralisasi)

Gigi

Plak (bakteri)
                                                                        
Metabolisme
oleh bakteri)
Gambaran di atas adalah gambaran untuk menunjukkan bahwa konsumsi gula yang tinggi merupakan penyebab berlubangnya gigi , gula merupakan variabel yang paling penting.
Proses awal karies terjadi apabila mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat secara berlebihan. Sebagian bakteri yang terdapat dalam plak bisa merubah gula atau karbohidrat yang berasal dari makanan yang dikonsumsi, menjadi asam yang bisa merusak gigi dengan cara melarutkan mineral-mineral yang terdapat pada gigi. Proses hilangnya mineral dari struktur gigi dinamakan demineralisasi, sedangkan bertambahnya mineral-mineral dari struktur gigi dinamakan remineralisasi. Kerusakan gigi bisa terjadi apabila proses demineralisasi lebih besar dari pada proses remineralisasi. Lalu asam yang berasal dari plak akan terus mengikis permukaan gigi dan membentuk suatu titik lubang yang lama-kelamaan akan membesar atau bertambah dalam (Rahmadhan, 2010).

3.      Perawatan Karies Gigi
Perawatan dapat dilakukan secara bervariasi tergantung tahap kerusakan gigi yang terjadi. Jika karies gigi mencapai email dan dentin maka masih dapat dilakukan penambalan dengan cara struktur gigi yang rusak dibuang dengan pengeboran, dan setelah lubang bersih kemudian dimasukan bahan tambalan. Namun bila kerusakan telah mencapai pulpa perlu dilakukan perawatan saluran akar ( terapi endodontik). Melakukan pencabutan gigi adalah tindakan terakhir apabila kerusakan yang terjadi sudah terlalu besar dan setruktur gigi yang tersisa sudah tidak dapat di restorasi lagi (Pratiwi, 2009).




SARIAWAN


SARIAWAN


A.      Pengertian Sariawan

Sariawan (stomatitis) adalah luka kecil dan dangkal yang terasa sakit, biasanya muncul pada jaringan lunak dalam mulut Luka bisa muncul di di gusi, bibir, lidah, atau sepanjang sisi pipi dalam mulut. Kemunculannya bisa hanya satu atau sekali banyak dan menyebar di dalam rongga mulut.

B.      Tipe Sariawan di Bibir
Sariawan di bibir terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.          Sariawan kecil
Berdiameter kurang dari 1 cm dan merupakan jenis yang paling sering muncul. Sariawan jenis ini biasanya akan sembuh dalam waktu 7-10 hari.
2.          Sariawan besar
Ukurannya lebih lebar dan lebih dalam dengan pinggiran yang tidak teratur. Sariawan jenis ini butuh waktu dua minggu sampai berbulan-bulan untuk sembuh dan bisa meninggalkan bekas luka di mulut.
3.          Herpetiform
Diameternya hanya sekitar 1-2 mm, namun muncul secara berkelompok dan bertahan selama satu minggu hingga dua bulan.

C.      Penyebab Sariawan di Bibir
Sariawan di bibir bisa disebabkan oleh banyak hal. Sebagian besar penyebab sariawan di bibir bukanlah hal yang berbahaya, namun terkadang sariawan juga bisa disebabkan oleh penyakit yang serius.
Berikut ini adalah beberapa penyebab sariawan di bibir yang sering terjadi:
1.       Luka
Luka pada bibir, seperti saat bibir tidak sengaja tergigit, mengunyah makanan yang keras, tambalan gigi tidak sempurna, pemakaian kawat gigi, terlalu keras menggosok gigi, atau pemakaian gigi palsu yang tidak pas, bisa menimbulkan luka. Luka inilah yang kemudian menyebabkan sariawan di bibir.
2.        Iritasi pada bibir
Sariawan di bibir juga bisa dipicu oleh memakai pasta gigi atau obat kumur yang mengandung sodium lauryl sulphate dan alkohol. Kedua zat tersebut bersifat iritatif, sehingg adapat menyebabkan luka pada bibir. Selain kedua zat kimia tersebut, tembakau dan asap rokok, atau mengonsumsi sesuatu yang pedas dan asam juga bisa menjadi penyebab munculnya iritasi yang menyebabkan sariawan pada bibir.
3.       Kekurangan nutrisi
Kekurangan gizi atau nutrisi tertentu bisa juga menyebabkan sariawan di bibir. Hal ini sering terjadi pada orang yang kekurangan nutrisi tertentu, contohnya zat besi, zinc, asam folat, atau vitamin B12.

MAKANAN KAROGENIK




Makanan Kariogenik
1.      Pengertian Makanan Kariogenik
Makanan   kariogenik   adalah   makanan   yang   dapat   menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut (Rahayu, 2011). Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang  melekat  di sela-sela  gigi  dan  pada  plak  ini akhirnya  akan  ditumbuhi bakteri  yang  dapat  mengubah  glukosa  menjadi  asam  sehingga  pH  rongga mulut  menurun .  Pada  keadaan  demikian  maka  struktur email  gigi  akan  terlarut.  Pengulangan  konsumsi  karbohidrat  yang  terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga  keasaman  rongga  mulut  menjadi  lebih  asam dan semakin  banyak email yang terlarut (Rahmadhan, 2010).

2.      Jenis Makanan Kariogenik
Menurut Gibson (1990) dikutip dari Hidayati  (2005) beberapa jenis makanan kariogenik adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Beberapa Jenis Makanan Kariogenik
Nama  Makanan
Dodol  Martabak manis
Arum manis     Snack/Chiki
Bolu    Permen
Donat  Es Krim
Roti     Wafer
Biskuit Coklat

3.      Makanan Kriogenik Menyebabkan Karies Gigi
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut terutama makanan yang kariogenik terhadap terjadinya karies gigi, pengaruh makanan tersebut dapat dibagi berdasarkan berberapa teori sebagai berikut:
a.       Menurut Edwina A.M.Kidd
1)      Kandungan makanan kariogenik
Makanan karogenik mengandung karbohidrat yang menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri. Jenis karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri streptococus muntans dan laktobasilus. Bakteri tersebut membentuk asam  sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Walaupun demikian tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat kompleks mialnya relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna didalam mulut. Sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap ke dalam plak dan dimetabolisme secara cepat oleh bakteri. Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya.  Dikarenakan sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (M.Kidd, 1992).
2)      Frekuensi makanan kariogenik
Frekuensi konsumsi makanan kariogenik sangat berkontribusi dalam kejadian karies gigi. Hal ini disebabkan karena makanan kariogenik akan menurunkan pH plak di dalam rongga mulut sampai di bawah 5 pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email yaitu dalam tempo 1-3 menit. Untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu frekuensi  konsumsi makanan kariogenik yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak dibawah normal sehingga mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan terjadi dan proses kariespun dimulai (M.Kidd, 1992).
b.      Menurut Prof. Dr. Moestopo
Makanan sangat penting untuk diperhatikan karena dizaman moderen terdapat berbagai macam jenis makanan yang mempengaruhi kekuatan gigi. Sifat makanan kariogenik yaitu manis,halus,dan mudah melekat,misalnya permen, coklat,kue tart dan lain-lain. Dimana  biasanya makanan ini sangat disukai dan berada didalam mulut relatf lama serta tidak memerlukan banyak pengunyahan karena sifat makanan yang halus maka makanan ini akan melekat pada permukaan gigi (email gigi). Bila tidak cepat-cepat dibersihkan akan menyebabkan tibulnya proses kimia bersamaan dengan air ludah yang akan menghasilkan suatu zat yang dapat merusak lapisan email gigi, bila email gigi telah rusak maka kerusakan akan mudah menjalar sehingga menimbulkan lubang yang semakin lama semakin dalam (Moestopo, 1983).
c.       Menurut Ardyan Gilang Rahmadhan
Gigi dan mulut tidak dapat terlepas dari makanan, makanan yang dikonsumsi sudah pasti ada pengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut. Waktu konsumsi makanan terutama makanan kariogenik juga berpengaruh terhadap karies gigi. Konsumsi  makanan manis pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya dari pada saat waktu makan utama. Penelitian menunjukan orang yang makan manis pada pada waktu jam makan utama memiliki kemungkinan karies gigi lebih kecil dibandingkan orang yang melakukan diluar jam makan utama. Alasanya kerena pada waktu jam makan utama, biasanya air ludah yang dihasilkan cukup banyak sehingga dapat membantu membersihkan gula dan bakteri yang menempel di gigi (Rahmadhan, 2010).

4.      Pengukuran Frekuensi Makanan Kariogenik  yang Dapat Menyebabkan Karies Gigi
Kebiasaan konsumsi makanan kariogenik secara berulang-ulang dikarenakan rasanya yang enak dan bentuknya menarik membuat siapa saja ketagihan. Terdapat aturan seberapa sering mengkonsumsi makanan kariogenik yang dapat meyebebkan karies gigi. Makanan kariogenik tersebut dapat menyebabkan karies gigi apabila frekuensi makannya labih dari dua kali dalam sehari, maka akan mempercepat terjadinya karies gigi (Rahmadhan,2010).
Setelah makan makanan yang mengandung sukrosa, pH mulut akan turun dalam waktu 2,5 menit dan tetap rendah selama sekitar satu jam. Ini berarti kalu gula di konsumsi tiga kali sehari, pH mulut selama sekitar tiga jam akan berada dibawah 5. Proses demineralisasi yang terjadi selama periode waktu ini sudah cukup untuk mengikis lapisan enamel. Jika jarang mengkonsumsi gula, proses demineralisasi yang terjadi hanya ringan dengan begitu pH mulut kembali normal, proses remineralisasi akan timbul (E.beck mary,2000)
Jumlah berapa kali atau frekuensi mengkonsumsi makanan kariogenik dapat diukur menggunakan kuisioner frekuensi makanan. Berdasarkan uraian diatas maka frekuensi konsumsi makanan kariogenik diukur dengan cara sebagai berikut:
a.       Jarang apabila makanan kariogenik di konsumsi <3 kali/hari
b.      Sering apabila makanan kariogenik di konsumsi ≥3 kali/hari

Kamis, 24 Oktober 2019

Persistensi Gigi


BAB I
PENDAHULUAN

Gamabar 1 : Gigi persistensi

                      A.    Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sering kali menjadi prioritas yang kesekian bagi sebagian orang. Padahal sudah diketahui gigi dan mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman dan bakteri sehingga dapat menganggu kesehatan organ tubuh lainnya. Masalah gigi berlubang masih banyak di keluhkan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa hal tersebut tidak bisa dibiarkan hingga parah karena dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat Indonesia . Apabila sudah mengalami masalah gigi dan mulut sesorang akan mengalami rasa sakit, ketidak nyamanan, infeksi akut, gangguan makan dan tidur serta memiliki resiko tinggi untuk dirawat di rumah sakit.
Persistensi gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang perlu di atasi. Dimana gigi sulung yang menjadi panduan tumbuhnya gigi permanen tidak tanggal sesuai waktunya, sedangkan gigi penggantinya telah erupsi. Persistensi adalah keadaan dimana gigi tetap muncul sementara gigi susu masih ada dan tidak goyang sama sekali, yang disebabkan benih gigi tetap tidak terletak persis dibawah gigi susu yang digantikannya melainkan terletak didepan atau dibelakang gigi susu, sehingga bisa timbul variasi. Penyebab persistensi yaitu lambatnya resorpsi akar gigi susu dan posisi abnormal benih gigi permanen serta gangguan nutrisi .
Usaha kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yang diselenggarakan melalui sekolah formal maupun informal atau melalui lembaga pendidikan lain (Kemenkes, 2010).
Penduduk yang mengalami masalah gigi dan mulut semakin meningkat di Indonesia. Berdasarkan hasil Data Riset Kesehatan dasar tahun 2013 di dapatkan hasil 25,9% masayarakat di Indonesia mengalami masalah gigi dan mulut. Kemudian Data Riskesdas terbaru tahun 2019 di dapatkan hasil masyarakat yang mengalami masalah gigi dan mulut sebanyak 57,6%. Hal tersebut menunjukan terjadinya peningkatan sebesar 31,7% dari pada sebelumnya. Peningkatan masalah gigi dan mulut yang serupa juga terjadi di provinsi lampung berdasarkan data Riskesdas 2013 di dapatkan hasil masayarakat yang mengalami masalah gigi dan mulut sebesar 15.3% meningkat menjadi 56,1 % berdasrkan data Data Riskesdas tahun 2019 Hal tersebut menunjukan terjadi peningkatan sebesar 40,8% lebih besar dari peningkatan nasional.


      B .     Tujuan
Untuk mengetahui permasalahan kesehatan gigi dan mulut khususnya kasus persistensi

C.    Manfaat
1.      Mencegah kemunculan masalah kesehatan gigi dan mulut di daerah kerja Pukesmas
2.      Salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas matakuliah epidemiologi

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Persistensi

Permasalahan Kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas sangat beranaeka ragam pencabutan gigi sulung merupakan tindakan yang umum dilakukan di poli gigi. Terdapat banyak penyebab dilakukannya pencabutan gigi seperti  adanya gigi persistensi, gigi yang tidak tanggal padahal telah waktunya tanggal dan menunjukkan resorpsi akar yang tidak cukup untuk terjadinya proses tanggalnya gigi, hipodonsia, dan trauma yang terus menerus terjadi atau infeksi berat pada gigi sulung adalah merupakan penyebab-penyebab lain dilakukannya pencabutan gigi sulung. Persistensi gigi merupakan masalah yang sekarang cukup sering ditemui, terutama di usia ketika anak duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi orang tua karena jika dibiarkan dapat menjadi penyebab gigi berjejal, di mana gigi tetap akan tumbuh di tempat yang tidak seharusnya, bisa di depan atau di belakang gigi susunya.



C.    Pertumbuhan Gigi Desudui dan Permanen

Pertumbuhan Gigi Desidui dan Permanen Pertumbuhan gigi geligi berhubungan sangat erat dengan proses erupsi gigi. Maury Massler dan Schour (cit. Marwah N) mendefinisikan erupsi gigi sebagai suatu proses gigi yang telah terbentuk bermigrasi dari lokasi intraoseous ke posisi fungsional di rongga mulut. Pergerakan erupsi gigi dimulai sejak pembentukan akar sebelum gigi dapat terlihat di rongga mulut. Pergerakan selama erupsi gigi dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pra-erupsi, fase erupsi (fase pra-fungsional), dan fase post-erupsi (fase fungsional). Perkembangan gigi dibagi menjadi empat periode yaitu masa tak bergigi (edentulus), masa gigi desidui, masa gigi bercampur, dan masa gigi permanen. Masa tak bergigi (edentulus) dimulai sejak lahir hingga gigi pertama anak tumbuh, kurang lebih hingga anak berusia enam bulan. Masa gigi desidui dimulai sejak erupsi gigi insisivus sentralis mandibula. Masa gigi bercampur dimulai sejak erupsi gigi molar satu permanen, biasanya saat anak berusia 6-7 tahun (Tabel 1). Masa gigi permanen yaitu saat semua gigi desidui telah tanggal dan digantikan oleh gigi permanen biasanya dimulai pada usia 13 tahun.



                                          Gambar 2 : pertumbuhan  gigi


D.    Pencegahan Persistensi Gigi

Usia yang sangat rentan terhadap kesehatan gigi dan mulut adalah anak SD yaitu pada usia 5-9 tahun, oleh karena itu orang tua perlu tahu pendidikan kesehatan gigi dan mulut. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak, khususnya masalah pertumbuhan dan perkembangan gigi anak, agar anak terhindar dari penyakit gigi dan mulut, misalnya karang gigi, karies gigi, dan radang gusi. Gigi pertama biasanya muncul sekitar 6 tahun, oleh karena itu paling baik jika gigi susu sudah tanggal (copot dari gigi) ketika gigi tetap penggantinya sudah teraba atau terlihat dan peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam perawatan gigi anak.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, manfaat yang didapat adalah terjadinya perubahan perilaku seseorang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atas kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, memilih makanan dan sebagainya .
 Orangtua yang mengetahui priode pertumbuhan gigi-geligi baik gigi susu maupun gigi tetap akan sangat membantu. Bukan hanya dalam segi perawatan dalam menjaga kebersihannya, tetapi juga mencegah agar anak-anak tidak melakukan kebiasaan buruk. Apabila anak-anak suatu keluarga sehat, tentu karena orang tua tersebut dapat memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesehatan anakanaknya. Umumnya sanak lebih banyak menjadi urussan ibu, maka baik buruk anak tercermin dari sikap ibu terhadap anak tersebut.
 Orang tua sering menganggap gingsul sebagai sesuatu yang mengganggu, sehingga memutuskan untuk mencabutnya, padahal taring merupakan sudut estetik wajah seseorang karena taring memiliki akar paling panjang, sehingga kalau dicabut, tulang wajah akan berubah karena kempot, sehingga sering jadi kelihatan lebih tua, dan jika ingin diperbaiki yang dicabut biasanya geraham kecil, bukan taring.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi adalah bagian dari usaha kesehatan anak usia dini dan dapat dipandang sebagai integral dari upaya kesehatan masyarakat. Pendidikan kesehatan dilakukan oleh keluarga, khususnya orang tua. Salah satu cara untuk mencegah persistensi adalah dengan meningkatkanpengetahuan orang tua anak mengenai waktu pertumbuhan gigi tetap.

E.     Pengobatan Atau Tindakan dalam Menangani Persistensi

Keberadaan gigi geligi di rongga mulut tidak dapat diabaikan, hal ini karena gigi tidak hanya berfungsi untuk estetis namun juga penting untuk fungsi mastikasi dan bicara. Berbagai hal yang dapat menjadi penyebab gigi desidui dan permanen perlu dicabut, bahkan gigi yang normal juga perlu dilakukan pencabutan untuk memperbaiki maloklusi. Salah satu penyebab gigi termasuk dalam indikasi dicabut adalah persistesi gigi.
Persistensi merupakan keadaan gigi desidui yang mengalami keterlambatan tanggal dari waktu sebenarnya, dengan gigi desidui yang masih berada dalam rongga mulut, sementara gigi penggantinya sudah erupsi. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh gigi permanen yang tumbuh pada posisi yang salah sehingga tidak menyebabkan gigi desidui mengalami resorbsi. Penanganan dini dari kasus ini dapat mencegah terjadinya ganggunan posisi gigi permanen penggantinya. Masalah lain yang dapat muncul pada gigi persistensi yaitu posisi gigi desidui dan permanen penggantinya yang sangat rapat bahkan terkadang tidak terdapat gingiva diantara kedua gigi tersebut. Keadaan ini dapat menimbulkan retensi debris dan bakteri mudah menginfeksi jaringan periodontal. Pencabutan gigi persistensi yang dilakukan sejak gigi permanen baru menembus gingiva dapat membantu gigi permanen erupsi ke arah posisi yang benar sehingga dapat menghindari kebutuhan akan perawatan ortodonti.                      
Tahapan Pencabutan Gigi Suluang
Pencabutan gigi sulung adalah pencabutan gigi sulung yang sudah terekfolusi atau goyang fisiologi derajat 2 atau lebih, persistensi, dan sisa akar.
Alat dan Bahan
1.      Alat tulis 
2.      Lembar rekam medis
3.      Alat Oral Diasnotik : Sonde, pinset,eksavator
4.      Tang cabut,bein
5.      Tampon, Povidon iodine, kloretile/spuit 3 cc beserta ampul lidokain
6.      Handscoon, masker
7.      Gelas kumur
8.      Tisu

Prosedur
1.      Menjelaskan prosedur kepada pasien/orang tua pasien
2.      Mengisi lembar informed consent, dan meminta tanda tangan orang tua/wali yang mengantar
3.      Mengatur posisi pasien dan posisis oprator menyesuaikan
4.      Mencuci tangan dengan sabun
5.      Melakukan anastesi pada daerah gigi yang akan dicabut
6.      Pelaksanaan pencabutan dimulai bila sudah tercapai kondisi teranastesi. Pada gigi sulung yang telah mengalami mobility derajat ≥2, anastesi mengunakan kloretil dengan cara disemprotkan ke kapas kemudian di tempelkan kegusi pada gigi yang kan dicabut.
7.      Buka soket gigi menggunakan bein (jika diperlukan)
8.      Posisikan tang ekstraksi sejauh mungkin ke dalam soket,  paruhtang sejajajr dengan sumbu gigi
9.      Gerakan untuk pencabutan gigi sulung  anterior adalah luksasi perlahan ke dalam kearah  labio-palatal atau labio lingual, diikuti dengan gerakan rotasi dan ekstraksi.
10.  Gerakan untuk pencabutan gigi sulung  posterior adalah luksasi perlahan ke dalam kearah  labio-palatal atau labio lingual, diikuti dengan gerakan ekstraksi.
11.  Pemberian tampon pada daerah pencabutan
12.  Berikan istruksi pasca pencabutan gigi
13.  Mencuci tangan dengan sabun
14.  Petugas membuat dan menyelengarakan resep berupa antibiotik ( jika perlu) dan anti nyeri



F.     Program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah upaya kesehatan masyarakat yang ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh peserta didik di sekolah binaan yang ditunjang dengan upaya kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi individu (peserta didik) yang memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Upaya Kesehatan Masyarakat pada UKGS berupa kegiatan yang terencana, terarah dan berkesinambungan.
Program UKGS Di wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Agung sudah berjalan namun belum optimal masih sangat perlu dilakukan perbaikan dalam program tersebut. Kegiatan UKGS yang dilakukan hanya sebatas penjaringan siswa sekolah dasar yang baru masuk sekolah masih belum dilakukan secara menyeluruh.
Pengoptimal program UKGS bias di lakukan dengan melakukan upaya-upaya agar pembuat keputusan mempercayai dan meyakini program UKGS perlu di dukung, Kemudian petugas keshatan juga bisa menjalin kemitraan dengan berbagai sector seperti guru kelas. Selain itu juga daapat memberikan dorongan kepada masyarakat agar mereka mempu memelihara dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut mereka.



BAB 1V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Persistensi gigi merupakan masalah yang sekarang cukup sering ditemui, terutama di usia ketika anak duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi orang tua karena jika dibiarkan dapat menjadi penyebab gigi berjejal, di mana gigi tetap akan tumbuh di tempat yang tidak seharusnya, bisa di depan atau di belakang gigi susunya. . Gigi pertama biasanya muncul sekitar 6 tahun, oleh karena itu paling baik jika gigi susu sudah tanggal (copot dari gigi) ketika gigi tetap penggantinya sudah teraba atau terlihat dan peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam perawatan gigi anak.

B.     Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang membangun dari Dosen, teman-teman maupun para pembaca agar pada penyusunan makalah selanjutnta mendekati kesempurnaan.











DAFTAR PUSTAKA

Riset Kesehatan Dasar 2013. www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf. online pada Agustus 2019

Riset Kesehatan Dasar 2019
www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2019.pdf
online pada Agustus 2019

Siti Sulastri dkk 2014: Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Jadwal Pertumbuhan Ggigi Dengan Kejadian Persistensi Gigi Anak 6-10 Tahun di SD N Wojo I Bantul http://ejurnal.poltekkesjogja.ac.id. online pada Seeptember 2019

Dwi Nur Rakhman dkk 2012 : Gambaran Karakteristik dan Penyebab Pencabutan Gigi Sulung Di Puskesmas Paniki Bawah Kota Manado Tahun 2012 http://ejurnal.unsart.ac.id. online pada Seeptember 2019


Made Ayu Lely Suratri,dkk 2014: Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Orang Tua tentang Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Usia Taman Kanak-kanak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Banten Tahun 2014
http://ejournal.litbang.depkes.go.id. online pada Seeptember 2019